KampungAdat Cireundeu menyajikan sebuah pesona yang inspiratif, dan edukatif, di Kota Cimahi, provinsi Jawa Barat. Sebuah kampung adat yang masih lestari memegang teguh tradisi para leluhur, di tengah derasnya kemajuan jaman. Kampung Adat Cireundeu lokasinya berada di sebuah lembah yang dikelilingi oleh tiga gunung, di antaranya: Gunung Makadari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Terdiri dari 50 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. KampungCireundeu merupakan destinasi wisata budaya yang ada di Kota Cimahi.Kampung adat ini diperkirakan ada sejak tahun 1600-1700 M. Ditandai pada masa penjajahan Belanda, dulunya kota Cimahi dijadikan garnisun (tanggul pertahanan).. Sama dengan permukiman di sekitarnya, rumah penduduk di kampung Cireundeu dibangun modern. Namun, jika ditelisik lebih jauh, pengunjung akan mendapati rumah cash. NUBANDUNG - Berada di daerah Leuwigajah, Kampung Adat Cireundeu merupakan salah satu kampung wisata tradisional di Bandung. Keberadaan berbagai kampung wisata tersebut mampu menghadirkan budaya serta seni lokal tradisional khas Sunda. Wisata yang kian populer serta banyak dikunjungi peminatnya tersebut bisa kamu temukan di beberapa daerah di saja Kampung Adat Cikondang, Kampung Kreatif Dago Pojok, Ekowisata Bambu Cipaku dan lainnya. Sementara Kampung Adat Cireundeu dalam bahasa Sunda sendiri berasal dari nama pohon reundeu yang dulu banyak ditemukan dalam kampung adat salah satu kampung wisata di Bandung, daya tarik utama Kampung Adat Cireundeu terletak pada Hutan Larangan dan Hutan Tutupan yang sekaligus menjadi kawasan hutan lindung. Warga adat Cireundeu yang terdiri dari 70 kepala keluarga sangatlah menjaga Hutan Larangan atau hutan sakral seluas 30 hektar tersebut, antara lain dengan tidak mengganggu ataupun merusak Dijadikan Sebagai Hutan PertanianSementara kedua hutan lain yang ada dalam kawasan Kampung Adat Cireundeu, yaitu Leuweung Tutupan merupakan hutan reboisasi yang pepohonannya boleh dipakai namun mesti ditanam pohon pengganti dan Leuweung Baladahan merupakan hutan pertanian yang dipakai buat berkebun oleh warga Sebagai Sumber Air AlamiWarisan tata wilayah sakral Hutan Larangan, Hutan Tutupan serta Babadahan dari leluhur mereka anggap sebagai konsep ideal guna menjaga keseimbangan alam yang wajib dijaga. Warga tidak pernah ikut campur dalam pengelolaan Hutan Larangan atau biasa disebut gentong bumi tempat menyimpan air oleh orang membiarkan apa yang tumbuh di dalam hutan terus bertumbuh, dengan begitu air tidak bakal berlebih saat musim hujan ataupun kekurangan air saat musim Hanya Orang Tertentu yang Bisa Masuk Hutan LaranganTidak seorangpun diizinkan masuk ke dalam Hutan Larangan, kecuali apabila kondisi habitatnya mengalami kerusakan. Itupun cuma terbatas sesepuh atau orang yang dituakan yang boleh masuk dengan syarat puasa mutih. Mereka akan melihat tanaman pengganti mana yang bisa ditanam menggantikan tanaman yang netepkeun kawilayahan sendiri terakhir dilakukan saat terjadi pembalakan liar tahun 2008 silam yang mengakibatkan kerusakan pada Hutan Kampung Adat CireundeuSaat mengunjungi kampung wisata adat Bandung tersebut kamu dijamin bakal terpesona dengan keindahan pesona pemandangan yang ditawarkan Batu Cadas Gantung yang berada di sana, dijamin kamu bakal puas setelah mengunjunginya. Keunikan lainnya yang menjadi daya tarik bagi para pengunjung adalah konsumsi kebutuhan pokok warganya yang berupa Warganya Mengikuti Perkembangan ZamanWalau warga Kampung Adat Cireundeu Cimahi masih memegang teguh warisan leluhur mereka, namun mereka tetap mengikuti perkembangan zaman dan teknologi lho. Terlihat dari pemakaian berbagai peralatan teknologi yang tidak jauh berbeda dengan warga itu kawasan tersebut juga bukan tipe perkampungan bernuansa tradisional layaknya perkampungan biasa. Kamu bakal melihat suasana yang termasuk modern di sana, dengan berbagai bangunan permanen di sekitarnya disertai juga dengan ruas jalan yang Dua Mata Air Sakral di Kampung Adat CireundeuWarga Adat kampung wisata tersebut memenuhi kebutuhan air mereka dari mata air lereng Gunung Gajah Langu yang diberi nama mata air Caringin. Sementara mata air lainnya yang juga sangat diandalkan warga sekitar adalah mata air Nyi Mas Ende yang sangat dijaga kesucian dan tidak memperbolehkan wanita yang sedang haid mendekati lokasi mata air tersebut. Hal tersebut dikarenakan lokasi tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sangat dihormati atau Dianggap Sebagai Air SuciKedua mata air yang berada dalam Wilayah Kabuyutan atau Larangan tersebut bukan cuma dipakai warga sekitar, namun juga umat Hindu di kawasan Cimahi maupun Bandung. Karena dianggap mata air yang suci, pancuran air Nyi Mas Ende dipakai sebagai tempat pelaksana penyucian diri membersihkan diri dari berbagai hal negatif setiap perayaan Kampung Adat Cireundeu sebagai wisata Bandung terbukti dengan diraihnya penghargaan Ikon Apresiasi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP di tahun 2019. Lokasi Kampung Adat CireundeuPetaKeunikan Kampung Adat Cireundeu1. Sejarah Cireundeu2. Kepercayaan3. Rasi sebagai Makanan Utama4. Puncak Salam5. Pintu Samping Rumah Menghadap Timur6. Semangat Gotong Royong dan Hidup Berdampingan7. Hutan di Cireundeu8. KesenianRecommended! Kampung Adat Cireundeu, menjadi salah satu destinasi wisata Kota Cimahi yang unik dan menarik. Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Kampung Adat Cireundeu – Indonesia memiliki beragam kampung adat yang tersebar di setiap wilayahnya. Setiap daerah memiliki keunikan kampung adatnya. Termasuk kampung yang ada di Kota Cimahi Jawa Barat ini. Kampung Adat Cireundeu adalah sebuah kampung dengan luas 64 hektar. Terbagi 2 bagian; 60 hektar digunakan untuk pertanian dan 4 hektarnya untuk pemukiman. Warga di kampung ini konsisten dalam meyakini dan menjalankan ajaran kepercayaan turun temurun. Mereka melestraikan budaya nenek moyang mereka. Kampung adat sendiri bisa diartikan sebagai suatu wilayah di dalam kumpulan masyarakat adat yang mempunyai hak asal usul berupa hak mengurus wilayah dan mengurus kehidupan masyarakat hukum adatnya. Baca juga* Kasepuhan Ciptagelar, Pesona Pelosok Sukabumi Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Kampung adat ini terletak di sebuah lembah yang diapit Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Secara administratif Cireundeu masuk wilayah Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Peta Keunikan Kampung Adat Cireundeu Lalu apa saja keunikan dan daya tarik kampung adat Cirendeu ini? Simak terus ya sampai selesai 🙂 1. Sejarah Cireundeu Asal kata Cireundeu berasal dari sebuah pohon bernama Rendeu’. Sudah bisa kamu tebak, di kampung ini terdapat banyak Pohon Rendeu. Adapun kegunaan atau khasiat dari Pohon Rendeu adalah bisa digunakan sebagai bahan obat herbal. Masyarakat setempat sering menggunakannya saat memerlukan. Sebelum dikenal sebagai kampung adat, Cireundeu dulunya adalah tempat pembuangan sampah warga Kota Cimahi. Baru di tahun 2007 Cireundeu mulai dikenal sebagai sebuah wilayah desa tradisional. Kampung Adat Cireundeu dikelola oleh pemerintahan lokal, RT dan RW. Yang merupakan tingkatan tertinggi di wilayah Cireundeu. Sedangkan secara tradisional Cireundeu memiliki orang yang dituakan’, disebut dengan Sesepuh. Kini Sesepuh Cireundeu sudah mencapai generasi ke-5. Kampung Adat ini memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Bisa baca informasi lengkapnya di 2. Kepercayaan Salah satu prosesi upacara adat saat perayaan Syuraan Tahun Baru Saka 1 Sura. di Kampung Adat Cireundeu. Foto IG Masyarakat adat Kampung Cireundeu adalah bagian dari Sunda Wiwitan yang tersebar di daerah Cigugur-Kuningan-Cirebon. Kesemua mereka sebagian besar memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan sampai sekarang. Agama leluhur yang mereka anggap sebagai sebuah agama besar. Dengan ajaran-arajan peduli terhadap alam dan sopan santun. Masyarakat adat Cireundeu memandang agama sebagai sebuah ageman pegangan. Menjadi tuntunan hidup, keselamatan, yang tidak bisa lepas dari pemaknaan budaya. Artinya ketika seseorang memeluk agama, maka ia sedang menjalankan dan memaknai budaya yang melekat pada agama yang dianut. Konsep agama Sunda Wiwitan yang dianut masyarakat adat Cireundeu, yaitu Tuhan yang disebut “Gusti Sikang Sakang Sawiji Wiji” atau di atas segalanya pencipta mereka. “Mulih Kajati Mulang Ka Asal”,setiap manusia akan kembali kepada Tuhan. 3. Rasi sebagai Makanan Utama Rasi, beras singkong, makanan khas di Kampung Cireundeu. Foto si_angeline Sejak tahun 1918, sebagian masyarakat Cireundeu tidak pernah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya rasi’. Sebenarnya rasi hampir sama dengan nasi biasa, hanya saja terbuat dari singkong. Jika kehabisan singkong makanan penggantinya adalah jagung. Cireundeu sendiri dikenal sebagai desa swasembada pangan. Masyarakat setempat akan mengonsumsi apa yang mereka tanam. Rasi hasil singkong yang diolah, sudah dikonsumsi masyarakat Kampung Adat Cireundeu sejak sekitar 85 tahun lalu. Bisa dibilang masyarakatnya sudah mandiri pangan. Sehingga mereka tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga beras di pasaran. Dan kehidupan di kampung ini juga bisa dibilang tak terpengaruh gejolak ekonomi-sosial. “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.” “Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat.” Kalimat tersebut seolah merangkum sejarah bagaimana masyarakat memakan rasi. Sesuai juga dengan tradisi nenek moyang mereka yang rutin berpuasa konsumsi beras dalam waktu tertentu. Tujuan puasa adalah untuk mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin. Sebuah ritual yang juga berfungsi untuk menguji keimanan seseorang. Serta sebagai pengingat akan Tuhan Yang Maha Esa. 4. Puncak Salam Puncak salam merupakan tempat meditasi bagi masyarakat Cireundeu. Kegiatan meditasi ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam. Masyarakat setempat percaya bahwa meditasi dapat mengumpulkan energi dari alam. Sebuah bukit dengan ketinggian 905 mdpl ini sering digunakan sebagai camping around oleh wisatawan. Biasanya masyarakat Cireundeu juga menjadikan Puncak Salam sebagai tempat upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia. 5. Pintu Samping Rumah Menghadap Timur Ada satu keunikan bangunan yang bisa kamu lihat di seluruh penjuru kampung. Rumah mereka memiliki pintu samping yang menghadap ke arah timur. Sebuah keharusan yang harus diterapkan oleh seluruh warga. Bertujuan agar cahaya matahari masuk ke rumah, ke bumi mereka. 6. Semangat Gotong Royong dan Hidup Berdampingan Menyambut tamu yang datang. Foto Dede Diaz Abdurahman/GenPI Jabar Masyarakat kampung ini terdiri dari mayoritas pemeluk agama Islam. Berbaur dengan masyarakat adat, semuanya memiliki semangat bergotongroyong. Banyak pihak yang sudah mengunjungi kampung adat ini. Mulai dari yang berutujan wisata, penelitian, acara adat, dan acara-acara lain. Masyarakat adatnya tersebar di 3 RT. Ada 67 keluarga dengan 59 kepala keluarga. Di kampung ini kamu bisa melihat ada masjid dan bale sarasehan. Bale ini adalah tempat pertemuan masyarakat adat. Begitu mengagumkan bukan masyarakatnya bisa hidup berdampingan dengan harmonis. Semangat gotong royong tercermin dalam berbagai kegiatan kampung. 7. Hutan di Cireundeu Hutan di Cireundeu dikenal sebagai hutan penyumbang oksigen terbesar di Kota Cimahi. Di sini hutan disebut juga dengan leweung. Cireundeu memiliki tiga leweung yang berbeda, yaitu Leweung Baladahan, Leweung Tutupan, dan Leweung Larangan. Leweung Baladahan adalah hutan yang menghasilkan sumber pangan seperti singkong, kacang-kacangan, dan lain-lain. Leweung Tutupan terdiri dari berbagai tanaman herbal yang ditanam. Terdiri dari rendeu, toga, babadotan, dan mahoni. Sedangkan Leweung Larangan adalah hutan yang tidak boleh dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini karena hutan ini sangat dijaga dan dilindungi nilai sakralnya oleh masyarakat Cireundeu. 8. Kesenian Kalau kamu berkunjung bertepatan dengan upacara adat, kamu bisa menyaksikan beberapa kesenian khas. Seperti kesenian gondang, karinding, serta angklung buncis. Baca juga* Pesona Desa Wisata Malasari di Nanggung Kabupaten Bogor Recommended! Tidak mengherankan kalau kampung adat yang ada di Kota Cimahi ini menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Kita bisa berkunjung bersama keluarga atau kawan jalan. Menyaksikan dan belajar langsung mengenai ragam kearifan lokal yang masih dijalankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kampung. Ada rencana berkunjung ke Kampung Adat Cireundeu di Kota Cimahi Jawa Barat? Artikel Kampung Adat Cireundeu ini ditulis oleh Amelia Dwinda Gusanti, Universitas Telkom, Peserta Magang Genpinas Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cireundeu merupakan nama kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Nama Cireundeu diambil dari kata 'ci' yang artinya air dan 'reundeu' yang berarti "Pohon Reundeu", hal ini dikarenakan sebelumnya terjadi banyak sekali populasi pohon reundeu dikawasan ini dan dikatakan pula dengan menitipkan sumber air serta pepohonannya dikawasan tersebut. Oleh sebab itu kampung ini dinamakan Kampung Cireundeu. Dokpri Bahasa yang digunakan di kampung ini ialah dengan menggunakan bahasa sunda. Aksara yang masih dipelajari, ialah aksara sunda yang diambil dari Hanacaraka Datasawala. Guru yang mengajar dikampung ini tidak bisa menggunakan aksara, oleh karena itu setiap hari minggu pemuda adat yang berada di desa ini memberikan pemahaman serta mengajarkan tentang aksara sunda kepada anak-anak di desa ini. Adapun bebagai pepatah bahasa sunda yang menjadi suatu moral kehidupan di desa cireundeu. Bekal kehidupan dalam konsep adat terdapat "Tritangtu", yang dimana 'tri' memiliki arti tilu dalam bahasa sunda atau tiga dalam arti Bahasa Indonesia dan 'tangtu' memiliki arti pasti atau tentu. Pengertian ini merupakan terdiri dari tekat, ucap, lampah. Dalam bahasa ini mencakup segala bekal kehidupan ataupun memiliki arti lain seperti suatu bentuk pola berpikir masyarakat tradisional sunda. Dalam kalimat ini juga memiki suatu ketentuan yang pasti. Tritangtu dijadikan suatu falsafah kehidupan oleh Masyarakat tradisional sunda. Dokpri Masyarakat adat Cireundeu dikenal begitu taat dengan segala kepercayaan, kebudayaan, dan adat istiadatnya. Masyarakat adat ini mempunyai suatu tonggak hidup seperti dalam kalimat, "Ngindung ka kaktu, Mibapa ka jaman". "Ngindung ka waktu" mempunyai pengertian bahwa masyarakat adat Cireundeu tanda, cara, serta keyakinannya masing-masing. Sementara itu, "Mibapa ka jaman" mempunyai pengertian bahwa masyarakat desa Cireundeu tidak menolak dengan adanya perubahan zaman, mereka tentu akan mengikuti berbagai satu kalimat yang sangat terkenal dari kampung Cireundeu ialah, "Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat." Dalam kalimat ini memiliki arti, tidak ada sawah asal ada beras, tidak ada beras asal dapat menanak nasi, tidak ada nasi asal makan, tidak makan asal kuat." Kalimat ini memiliki makna bahwa yang memberi kekuatan itu tidak hanya dari beras. Makna 'Kuat' disini bukan berarti tidak makan tetap kuat, tetapi tetap makan walaupun hanya mengkonsumsi umbi-umbian saja tetap dapat menghasilkan energi atau kekuatan dalam makna bahasa lainnya seperti, "Mangut Ka Ratu Raja Raranggeuyan" yang memiliki arti taat kepada pemerintahan. Dari mulai presiden, gubernur, walikota, dan sebagainya. Masyarakat adat Cireundeu ini pun selalu taat untuk membayar pajak. Mereka selalu menghormati pemimpinnya. Dokpri Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

kampung adat cireundeu bahasa sunda